Assalamualaikum!
Kali ini aku ingin mencoba mengulas sedikit terkait novel Turtles All The Ways Down karya John Green. Novel ini merupakan novel terjemahan bergenre fiksi keluaran tahun 2017 yang terdiri dari 286 halaman. Aku pertama kali membaca novel ini pada pertengahan tahun 2018. Karakter utamanya yang menderita mental illness membuatku tertarik untuk menyelami lembar demi lembar dari novel ini.
Secara umum buku ini menceritakan tentang petualangan Aza Holmes, seorang gadis sekolah menengah penderita OCD (Obsessive Compulsory Disorder) bersama temannya bernama Daisy, yang mencoba menguak informasi terkait keberadaan seorang miliarder di Indianapolis yang hilang, Russell Pickett. Hadiah sebesar $100.000 sudah disiapkan oleh polisi bagi siapapun yang dapat mengungkapkan keberadaan miliarder tersebut.
Sebagai penderita OCD, Aza selalu bertarung dengan pikiran obsesifnya sendiri. Ia seringkali memikirkan hal-hal tidak masuk akal dan ketakutan yang menuju kepada tindakan kompulsif. Sebagai contoh, dirinya selalu takut akan mikroba disekitarnya dan seringkali menekan-nekan jarinya ketika perasaan takut melanda dirinya. Tak jarang ia menggunakan plester perban untuk menghindari kontaminasi bakteri karena jemarinya yang terluka akibat kebiasaan tersebut.
Dalam penyelidikannya terhadap Russell Pickett, Aza dan Daisy perlu mendekati salah satu sumber informasi, yakni seorang remaja yang merupakan anak dari Russell bernama Davis Pickett. Pria itu tinggal bersama adiknya, Noah. Aza dan Daisy terus mencoba mencari fakta terkait keberadaan dari ayahnya. Tak jarang Aza menguatkan Noah yang merasa terpukul dengan ketiadaan ayahnya. Hingga pada akhirnya diketahui bahwa Russell Picket ternyata sudah meninggal dunia.
Di tengah pencarian fakta tersebut, tak disangka masalah mulai timbul untuk Aza. Seiring berjalannya waktu, Aza menjadi dekat dengan Davis yang kemudian munculah perasaan nyaman dan cinta di antara keduanya. Pria ini membuatnya dapat merasakan menjadi orang yang normal secara mental. Namun Aza tetap masih sukar untuk terlalu dekat dengan Davis dikarenakan pemikirannya soal ketakuan akan bakteri-bakteri yang berpotensi akan menyerangnya.
Di tengah pencarian fakta tersebut, tak disangka masalah mulai timbul untuk Aza. Seiring berjalannya waktu, Aza menjadi dekat dengan Davis yang kemudian munculah perasaan nyaman dan cinta di antara keduanya. Pria ini membuatnya dapat merasakan menjadi orang yang normal secara mental. Namun Aza tetap masih sukar untuk terlalu dekat dengan Davis dikarenakan pemikirannya soal ketakuan akan bakteri-bakteri yang berpotensi akan menyerangnya.
Novel ini banyak membuka pandangan orang normal terkait apa yang selama ini dialami oleh para penderita OCD. Walaupun dengan penyakit yang diderita Aza, ia mampu untuk melawan rasa takutnya dan keluar dari zona nyamannya.